A. Konsep
Dasar Teori Thypus Abdominalis
1. Pengertian
Thypus Abdominalis
Demam tifoid atau thypoid
fever atau thypus
abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan
oleh kuman Salmonella
typhii, ditandai gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995).
Typhoid
adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh
faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Bruner and Sudart, 199). Typhoid adalah penyakit infeksi
akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Arief Maeyer, 1999).
Typus
abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna,
gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun
(70%-80%),
pada usia 30-40 tahun (10%-20%) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak
(5%-10%). (Mansjoer, Arif 1999).
Tifoid merupakan penyakit infeksi yang
terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh salmonella thypii, penyakit ini dapat ditularkan
melaluimakan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonellathypii (Hidayat Alimul Azis.A, 2006).
2. Anatomi
dan Fisiologi Sistem Pencernaan
Usus Halus
Usus
halus atau intestinium minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya kurang lebih 6m,
merupakian saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil
pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus (lapisan mukosa sebelah dalam,
lapisan otot melingkar (muskular sirkuler), lapisan otot memanjang (muskular
longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar). Fungsi usus halus adalah
diantaranya secara selektif mengabsorpsi produk digesti, usus halus juga
mengakhiri proses pencernaan makanan yang dimulai di mulut dan lambung. Proses
ini diselesaikan oleh enzim usus dan enzim pancreas serta dibantu empedu dalam
hati.
Makanan
masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di
cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada
lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding
usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan
sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Bagian dari usus halus terdiri dari
:
Duodenum
Duodenum
disebut juga usus 12 jari, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada
lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum ini terdapat
selaput lendir, yang membukit disebuit papilla vateri. Pada papilla vateri ini
bermuara saluran empedu (duktus koledukus) dan saluran poankreas (duktus
wirngus/duktus pankreatikus).
Empedu
dibuat dihati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus koledokus yang
fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas juga
menghasilkan amilase yang berfungsi
mencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan tripsin yang berfungsi
mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida.
Dinding duodenum
mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut
kelenjar-kelenjar Brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
Jejenum
dan Ileum.
Jejenum dan
ileum mempunyai panjang sekitar 6 meter. Bagian atas adalah jejenum dengan
panjang 23 meter dan ileum dengan panjang 4-5 meter. Lekukan jejenum dan ileum
melekat pada dinding abdomen posteior dengan perantara lipatan peritonium yang
berbentukkipas dikenal sebagai mesenterium. Sambungan antara jejenum dan ileum
tiak mempunyai batas tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dan
perantaraan lubang yang bernama orifisium ileosekalis.
Fungsi Usus Halus
meliputi :
· Menerima
zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah
dan saluran-saluran limfe.
· Menyerap
protein dalam bentuk asam amino.
· Karbohidrat
diserap dalam bentuk monosakarida.
Di dalam usus
halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan
makanan :
· Enterokinase
mengaktifkan enzim proteolitik.
· Eripsin
menyempurnakan pencernaan protein menjadi
asam amino.
o
Laktase menguabah laktosa menjadi monosakarida.
o
Maltose mengubah maltosa menjadi
monosakarida.
o
Sukrose mengubah sukrosa menjadi
monosakarida.
3. Etiologi
Etiologi
typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua
sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih
terus mengekresi salmonella Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman
salmonella typhosa yang merupakan basil negatif, bergerak dan rambut getar,
tidak berspora. Kuman ini mempunyai 3 macam antigen yaitu :
·
Antigen O (Somatik) tidak menyebar
·
Antigen H (menyebar) terdapat pada flagella
·
Antigen V1
Ketiga jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan
menimbulkan pembentukan tiga macam antibody disebut antigen. Kuman ini dapat
masuk melalui makanan / minuman yang terkontaminasi (Rampengan, 2007: 47) typhi
dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Penyebab terjadinya penyakit Typus
abdominalis itu disebabkan karena kuman Salmonella typhi (basil gram-negatif)
yang memasuki tubuh melalui mulut dengan perantara makanan dan minuman
yang telah terkontaminasi oleh kuman
Salmonella typhi dan kuman ini terdapat dalam tinja, kemih, atau darah dan masa
inkubasinya sekitar 10 hari.
4.
Patofisiologi
Penularan
salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F
yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat
menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat
ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang
akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu
masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung
empedu.
Kuman
salmonella masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung
oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus yang melepaskan zat
pirogen dan menimbulkan infeksi. Infeksi ini bisa merangsang
pusat mual dan muntah di medulla oblongata dan akan mensekresi asam lambung
berlebih sehingga mengakibatkan mual dan timbul nafsu makan berkurang. Apabila
nafsu makan berkurang maka terjadi intake nutrisi tidak adekuat dan
terjadi perubahan nutrisi. Selain itu juga kuman yang masih
hidup akan masuk ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus
halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan menuju
sel-sel retikuloendotelial, hati, limfa dan organ-organ lainnya (Suriadi, 2006
: 254).
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap
diusus halus melalui pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai
diorgan-organ lain, terutama hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan
berkembang biak dalam hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan
membesar (hipertropi) disertai nyeri pada perabaan, kemudian basil masuk
kembali kedalam darah (bakteremia) dan menyebar keseluruh tubuh terutama
kedalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan tukak berbentuk
lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut dapat menimbulkan
perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin,
sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus. (Ngastiyah,
2005).
5. Manifestasi
Klinis
Masa tunas demam tifoid berlansung 10 sampai
14 hari. Gejala-gejalay ang timbul amat bervariasi, perbedaan ini tidak saja antara berbagai
bagian dunia, tetapi
juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu, gambaran penyakit bervariasi dari penyakit
ringan yang tidak terdiagnosa, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang
sudah sangat berpengalaman pundapat mengalami kesulitan untuk membuat diagnosa
klinis tifoid.
a)
Demam, penyebab demam tifoid atau demam enterik ini adalah
kuman/bakteri yang disebut dengan Salmonella typhi. Demam
pada tifoid disebabkan karena salmonella typi dan endotoksinnya merangsang
sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang
meradang.
b) Pusing
c) Mual
dan muntah, terjadi karena infeksi yang bisa merangsang pusat mual dan muntah di
medulla oblongata dan akan mensekresi asam lambung berlebih sehingga
mengakibatkan mual.
d) Nyeri
tekan pada abdomen, dikarenakan
adanya pembengkakan pada hati dan limfa, akibat bakteri yang terus berkembang
biak.
e) Lidah
terlihat kotor.
6. Komplikasi
Kantong
empedu dapat meradang dan membesar. Kuman dapat berkumpul dan menetap pada
penderita. Orang ini disebut mengenai daerah hati bahkan bisa berefek pada
kejiwaan. Yang paling berbahaya dari penyakit ini adalah apabila terjadi
kebocoran usus. Apabila terjadi maka yang harus dilakukan adalah
mengoperasinya.
a) Komplikasi
intestinal
· Perdarahan
usus
· Perporasi
usus
· Ilius
paralitik
b) Komplikasi
extra intestinal
· Komplikasi
kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,
tromboplebitis.
· Komplikasi
darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
· Komplikasi
paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
· Komplikasi
pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
· Komplikasi
ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
· Komplikasi
pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
· Komplikasi
neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer,
sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
7. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan
Medis
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol,
ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin
generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan
fluorokuinolon.
b) Penatalaksanaan
Keperawatan
Tirah baring, dilaksanakan untuk
mencegah terjadinya komplikasi.
Diet harus mengandung
a.
Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin &
protein.
b.
Tidak mengandung banyak serat.
c.
Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
d.
Makanan lunak diberikan selama istirahat.
Tujuan dari perawatan dan pengobatan
adalah untuk menghentikan infasi kuman, mencegah terjadinya komplikasi dan memperpendek
perjalanan penyakit. Pengobatan yang dilakukan dengan isolasi penderita dan
melakukan desinfeksi pakaian, feses, urine, untuk
mencegah penularan. Selama 3 hari pasien harus di tempat tidur hingga panas
turun, kemudian lakukan mobilisasi bertahap diantaranya, duduk, berdiri, dan
berjalan.
8. Obat-obatan
Obat-obatan
yang sering digunakan dalam pengobatan typus abdominalis :
a.
Kloramfenikol
Belum ada
obat anti mikroba yang dapat menurunkan demam lebih cepat dibandingkan
dengan kloramfenikol. Dosis untuk
orang dewasa 4x.500 mg sehari oral atau intravena sampai 7 hari bebas
demam. Dengan penggunan kloramfenikol,
demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5 hari.
b.
Tiamfenikol
Dosis dan
efektivitas tiamfenikol pada demam tipid sama dengan kloramfenikol komplikasi
pada hematologis pada penggunan tiamfenikol lebih jarang dari pada
kloramfenikol. Dengan tiamfemikol demam pada
demam tifoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.
c.
ko-trimoksazol
(kombinasi dan sulfamitoksasol)
Dosis itu
orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam (1
tablet mengandung 80 mg trimitropin dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kontrimoksazol demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah
5-6 hari.
d.
Ampicillin
dan Amoksisilin
Indikasi
mutlak pengunaannya adalah pasien demam tifoid dengan leokopenia. Dosis yang
dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7
hari bebas demam. Dengan ampicillin dan amoksisilin demam pada demam
tifoid turun rata-rata setelah 7-9 hari.
e.
Sefalosforin
generasi ketiga
Beberapa uji
klinis menunjukan sefalosporin generasi ketiga amtara lain sefiperazon,
seftriakson dan cefotaksim efektif untuk demam typid, tatapi dan lama pemberian
yang oktimal belum diketahui dengan pasti.
f.
Fluorokinolon
Fluorokinolon
efektif untuk untuk demam typoid, tetapi
dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
9.
Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid
adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan
makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum
air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Keperawatan
a) Identitas
pasien
Mencakup identitas pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan tanggal masuk
rumah sakit. Identitas penanggung jawab yaitu nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, suku bangsa, hubungan dengan
penderita/pasien.
b) Keluhan
utama
Keluhan demam 4 hari yang lalu, demam pada sore
hari, suhu tubuh 40°C, disertai mual, muntah, dan tidak nafsu makan.
c) Riwayat
kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu. Biasanya klien suka
memakan makanan dan minuman yang tidak terjaga kebersihan.
d) Riwayat
kesehatan Sekarang
Pasien mengeluh badannya demam, terutama pada sore
sampai malam, perasaan tidak enak, lesu, nyeri kepala, pusing, tidak
bersemangat, bibir kering dan pecah -pecah, lidah kotor, perut kembung, BAB
keras / diare.
e) Riwayat
Kesehatan keluarga
Kemungkinan ada anggota keluarga yang menderita
penyakit seperti diderita klien.
f) Riwayat
kesehatan lingkungan
Biasanya lingkungan tempat tinggal klien tidak
terjaga, yang dapat menimbulkan kuman ada dimakanan / minuman.
g) Pemeriksaan
fisik
Tanda yang diketahui selama pemeriksaan fisik mencakup nyeri tekan abdomen,
identifikasi lamanya waktu dimana gejala hilang, identifikasi metode yang
digunakan untuk mengatasi gejala, dehidrasi (akibat dari mual dan muntah), dan
bukti adanya gangguan sistemik yang menyebabkan gejala typus abdominalis.
h) Psikologis
Kaji apakah penyakit ini berdampak pada psikologis
pasien.
i) Pemenuhan
kebutuhan dasar
·
Pola nutrisi
·
Pola tidur
·
Pola eliminasi
j)
Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan
darah
·
Pemeriksaan darah untuk kultur
Salmonella typhosa dapat ditemukan
dalam darah penderita pada minggu pertama sakit, lebih sering ditemukan dalam
urine dan feces dalam waktu yang lama.
·
Pemeriksaan widal
Pemeriksaan widal merupakan
pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis thypoid abdominalis secara pasti.
Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya.
(diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk kultur dan widal)
2) Pemeriksaan
sumsum tulang belakang
Terdapat
gambaran sumsum tulang belakang berupa hiperaktif Reticulum Endotel System
(RES) dengan adanya sel makrofag.
2. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul menurut Brunner &
Suddarth :
a. Ketidakseimbangan volume cairan dan
elektrolit berhubungan dengan hipertermi dan muntah.
b. Resiko
tinggi gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
c. Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi.
d. Ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Resiko
tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasif
f. Kurangnya
pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau
informasi yang tidak adekuat.
g. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan infeksi virus
salmonella thyposa di tandai dengan nyeri abdomen.
3. Perencanaan
a)
Diagnosa 1
Gangguan
ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan : Ketidak
seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil : Membran mukosa bibir lembab,
tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi
tidak ada.
b)
Diagnosa 2
Resiko
tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak
terjadi.
Kriteria hasil :Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan
stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit)
nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.
c) Diagnosa 3
Hipertermia berhubungan dengan
proses infeksi salmonella thypi
Tujuan : Hipertermi teratasi
Kriteria
hasil : Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas
dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah
typhoid.
d)
Diagnosa 4
Ketidak
mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil : Mampu
melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.
e)
Diagnosa 5
Resti
infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan: Infeksi
tidak terjadi
Kriteria hasil : Bebas dari
eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase
serta febris.
f)
Diagnosa 6
Kurang
pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi yang tidak
adekuat
Tujuan :
pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria
Hasil : menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya melalui perubahan gaya hidup
dan ikut serta dalam pengobatan.
g)
Diagnosa 7
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan infeksi
salmonella typhosa ditandai dengan nyeri abdomen.
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria hasil : tidak terdapatnya nyeri dengan
melakukan teknik relaksasi yang telah di ajarkan.
Dx
|
Intervensi
|
Rasional
|
Dx.
1
|
1.
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir
kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh.
2.
Pantau intake dan output cairan dalam 24 jam.
3.
Ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama,
catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung.
4.
Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc
per hari.
5.
Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht,
K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan
melalui parenteral sesuai indikasi.
|
1.
Mencegah ketidaknyamanan karena
mulut kering.
2.
Terpenuhinya cairan dan elektolit
dalam 24 jam.
3.
Mengidentifikasi kebutuhan diet.
4.
Terpenuhinya cairan dan
elektrolit.
5.
Terpenuhinya kebutuhan pasien.
|
Dx.
2
|
1.
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai
dan tidak disukai klien.
2.
Anjurkan berbaring/pembatasan aktivitas selama fase
akut, timbang berat badan tiap hari.
3.
Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat
laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung.
|
1.
Membantu pasien dalam memenuhi
kebutuhan makanan dan protein.
2.
Membantu pasien dalam melakukan
aktivitas selama di tempat tidur.
3.
Memberikan informasi tentang
keadekuatan masukan nutrisi dan masukan diet.
|
Dx.
3
|
1.
Observasi suhu tubuh klien.
2.
Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien.
|
1.
Suhu dapat kembali normal.
2.
Memberikan informasi kepada
keluarga pasien tentang membatasi aktivitas pasien.
|
Dx.
4
|
1.
Bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB
dan BAK.
2.
Bantu pasien mobilisasi secara bertahap.
|
1.
Membantu pasien dalam melakukan
aktivitasnya selama dalam masa penyembuhan.
2.
Membantu pasien dalam mobilisasi
bertahap.
|
Dx.
5
|
1.
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR).
2.
Observasi kelancaran tetesan infus, monitor
tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus.
|
1.
Melakukan tanda-tanda vital.
2.
Mengobservasi cairan yang masuk
kedalam tubuh pasien.
|
Dx. 6
|
1.
kaji sejauh mana tingkat
pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya.
2.
Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit
dan perawatannya.
3.
Beri kesempatan keluarga untuk
bertanya bila ada yang belum di mengerti.
4.
Evaluasi kembali tentang
pendidikan kesehatan.
|
1.
untuk memberi informasi pada klien
atau keluarga mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui oleh klien.
2.
orang tua klien mengetahui
penyebab, tanda gejala dan pencegahan penyakit.
3.
Untuk mengurangi kecemasan dan
motivasi agar klien atau keluarga kooperatif selama masa perawatan atau
penyembuhan.
4.
mengetahui tingkat pengetahuan
atau respon dari pendidikan kesehatan.
|
Dx. 7
|
1. Ciptakan
posisi yang nyaman bagi pasien
2. Identifikasi
penyebab terjadinya gangguan rasa nyaman
3. Kolaborasi
dengan keluarga dalam aktivitas pasien
4.
Membatasi pengunjung
|
1. Agar
nyeri yang dialami dapat diatasi
2. Gangguan
rasa nyaman yang dialami dapat ditanggulangi
3. Memonitor
dan membatasi kegiatan pasien
4.
Agar pasien dapat
mengontrolemosi dalam suasana yang sepi
|
4. Pelaksanaan
Perawat telah melaksanakan asuhan
keperawatan sesuai dengan kasus yang telah di susun. Dalam melakukan tindakan keperawatan
pada klien dengan penyakit thypoid yang harus diperhatikan adalah cairan,
hipertermi, nutrisi, kelemahan fisik, cemas, dan kurang pengetahuan. Setiap
tindakan yang telah dilakukan dicatat dalam keperawatan, tidak ada tanda-tanda
infeksi, tidak ada perdarahan yang hebat, nafsu makan klien meningkat dan tidak
lemas.
5. Evaluasi
a) Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan, pasien menjadi terpenuhi kebutuhan
cairan dan elektrolit nya.
b) Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan, pasien menjadi terpenuhi kebutuhan
nutrisi nya.
c) Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan, pasien menjadi berkurang nyeri pada
bagian abdomen nya.
d) Setelah di lakukan tindakan asuhan keperawatan, demam
pasien menurunkan.
e) Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan, pasien
mengerti tentang penyakit yang di derita pasien.
f) Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan, pasien
tidak mengalami infeksi apapun pada saat di rawat.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
dan Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Mansjoer,
Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Media Aesculapius:
Jakarta
Hidayat Alimul Azis.A, 2006, Edisi I,
Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta, Salemba Medika
Terima Kasih sudah membaca postingan saya, diharapkan komentar untuk perbaikan kedepannya ;)
~Selamat Membaca~
Pribadi yang Cerdas adalah Orang yang Selalu Membaca, Banyak Ingin Tahu, dan Bermanfaat untuk Orang Banyak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar