Jumat, 10 November 2017

Kenali Depresi Sejak Dini




Apa Yang Dimaksud Dengan Depresi

Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah (menarik diri, tidak dapat tidur, kehilangan selera, minat dalam aktivitas sehari-hari), dalam Gerald C. Davison 2004. Menurut Rice PL (1992), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.

Menurut Iyus Yosep (2007), depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif, mood) yang ditandai kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup, tidak ada semangat, dan merasa tidak berdaya, perasaan bersalah atau berdosa, tidak berguna dan putus asa. Chaplin (2002) mendefinisikan depresi pada dua keadaan, yaitu pada orang normal dan pada kasus patologis. Pada orang normal, depresi merupakan keadaan kemurungan (kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang . Sedangkan pada kasus patologis, depresi merupakan ketidakmauan ekstrim untuk mereaksi terhadap perangsang, disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpasan, tidak mampu dan putus asa.

Sedangkan menurut Kartono (2002), depresi adalah kemuraman hati (kepedihan, kesenduan, keburaman perasaan) yang patologis sifatnya. Biasanya timbul oleh; rasa inferior, sakit hati yang dalam, penyalahan diri sendiri dan trauma psikis. Jika depresi itu psikotis sifatnya, maka disebut melankholi.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa depresi merupakan gangguan emosional atau suasana hati yang buruk yang ditandai dengan kesedihan yang berkepanjangan, putus harapan, perasaan bersalah dan tidak berarti. Sehingga seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) tersebut dapat mempengaruhi motivasi untuk beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari maupun pada hubungan interpersonal.

Perbedaan kesedihan normal dan depresi
Normal
Ø  Sedih/kesal namun masih dapat bercerita dengan orang lain
Ø  Kembali ceria
Ø  Tidak berlarut-larut dalam kesedihannya
Ø  Tidak lebih dari 2 minggu
Depresi
Ø  Sedih/kesal
Ø  Perubahan nafsu makan
Ø  Perasaan tidak mampu mengatasi
Ø  Tidak harapan masa depan
Ø  Sulit bangun atau tidur
Ø  Terbebani dengan perasaan bersalah
Ø  Ada ide bunuh diri
Ø  Gangguan kegiatan sehari-hari
Ø  Disertai dengan kecemasan
Ø  Berlangsung 2 minggu atau lebih
Ø  Tidak mau bercerita mengenai kesedihannya

Tanda dan Gejala Depresi

Gejala Utama
1.     Perasaan tertekan
2.     Kurang minat
Gejala Tambahan
1.     Kurang konsentrasi
2.     Menurunnya kepercayaan diri dan harga diri
3.     Gangguan tidur
4.     Perubahan nafsu makan atau berat badan
5.     Perasaan bersalah/tidak berharga
6.     Agitasi/perlambatan
7.     Pesimis/keputusasaan
8.     Ide/tindakan bunuh diri
Sepanjang hari, setiap hari selama 2 minggu atau lebih
Gejala Klinis lain yang mungkin berhubungan dengan depresi
1.     Lelah sepanjang waktu
2.     Mudah tersinggung
3.     Libido menurun
4.     Gejala medis yang tidak dapat dijelaskan
5.     Depresi terkait dengan penyakit fisik
6.     Sering ditemukan pada operasi

Depresi ringan :
ü  Ada 2 gejala inti + 2 gejala tambahan
ü  Masih dapat berfungsi walaupun ada beberapa kesulitan dalam aktifitas biasa
Dysthimia :
ü  Depresi ringan selama > 2 tahun
Depresi sedang :
ü  2 gejala utama + 3 atau 4 gejala tambahan
ü  Cukup sulit melanjutkan aktifitas pekerjaan normal dan sosial
Depresi berat :
ü  Ada 2 gejala utama + 4 atau 5 gejala tambahan
ü  Sangat tertekan
ü  Agitasi
ü  Tidak bisa melakukan aktifitas normal

Gejala Fisik

1.     Gangguan pola tidur; Sulit tidur (insomnia) atau tidur berlebihan (hipersomnia)
2.     Menurunnya tingkat aktivitas, misalnya kehilangan minat, kesenangan atas hobi atau aktivitas yang sebelumnya disukai.
3.     Sulit makan atau makan berlebihan (bisa menjadi kurus atau kegemukan)
4.     Gejala penyakit fisik yang tidak hilang seperti sakit kepala, masalah pencernaan (diare, sulit BAB dll), sakit lambung dan nyeri kronis
5.     Terkadang merasa berat di tangan dan kaki
6.     Energi lemah, kelelahan, menjadi lamban
7.     Sulit berkonsentrasi, mengingat, memutuskan
Gejala Psikis
1.     Rasa sedih, cemas, atau hampa yang terus – menerus.
2.     Rasa putus asa dan pesimis
3.     Rasa bersalah, tidak berharga, rasa terbebani dan tidak berdaya/tidak berguna
4.     Tidak tenang dan gampang tersinggung
5.     Berpikir ingin mati atau bunuh diri
6.     Sensitive
7.     Kehilangan rasa percaya diri
Gejala Sosial

1.       Menurunnya aktivitas dan minat sehari-hari (menarik diri, menyendiri, malas)
2.       Tidak ada motivasi untuk melakukan apapun
3.       Hilangnya hasrat untuk hidup dan keinginan untuk bunuh diri

Prevalensi Depresi Akibat Penyakit Fisik (Lieh Mak, 1995)
·       Artritis                        : 25,3%
·       Kanker                                    : 30,3%
·       Diabetes                      : 22,7%
·       Penyakit Jantung        : 34,6%
·       Hipertensi                   : 22,4%
·       Penyakit Paru Kronik : 30,9%
·       Penyakit Saraf                        : 37,5%

Gejala somatik pada pasien depresi (Nakao, 2001)

Kelelahan                    86%                             Nyeri dada                  27%
Insomnia                     79%                             Gejala seksual            23%
Mual                           51%                             Nyeri ekstremitas       20%
Dispnea                       38%                             Pusing                         19%
Palpitasi                      38%                             Nyeri perut                 18%
Nyeri punggung          36%                             Tinitus                        18%
Diare                           29%                             Nyeri sendi                 16%
Nyeri kepala               28%

Kapan mencurigai depresi?
ü  Gejala yang banyak dan kabur (misal : Gastrointestinal, kardiovaskular, neurologis)
ü  Kelelahan atau gangguan tidur
ü  Nyeri kronik (misal : nyeri punggung, nyeri kepala)
ü  Penyalahgunaan zat (alkohol atau obat-obatan)
ü  Dua atau lebih penyakit kronik
ü  Kehilangan minat terhadap aktivitas seksual
ü  Umur lanjut
ü  Obesitas
ü  Kerabat tingkat pertama dengan riwayat depresi
ü  Lingkungan rumah yang miskin
ü  Kesulitan keuangan
ü  Perubahan hidup yang besar
ü  Kehamilan atau pasca persalinan
ü  Terisolasi dari pergaulan sosial

Faktor Resiko Depresi
1.     Faktor Biologis
§  Genetik
§  Perubahan neurotransmiter/neuroendokrin
§  Perubahan struktural otak
§  Vaskular risk factors
§  Penyakit/kelemahan fisik (kondisi medik kronik dan kondisi terminal)
2.     Faktor Psikologi
§  Tipe kepribadian (dependen, perfeksionis, introvert)
§  Relasi interpersonal (disharmoni keluarga)

Faktor Pencetus Depresi
§  Peristiwa kehidupan
-        Berduka, perpisahan, kehilangan orang dicintai
-        Kesulitan ekonomi
-        Perubahan situasi (misal : pindah rumah)
§  Stress kronis
-        Disfunsi kehidupan berkeluarga
§  Penggunaan obat-obat tertentu
-        Antihipertensi, pemblok H2, kontrasepsi oral
-        Kortikosteroid, antireumatik
Faktor Pelindung Depresi
§  Dukungan Sosial
-        Kekerabatan
-        Kehidupan religius
§  Mekanisme koping yang sehat
-        Mudah beradaptasi dengan lingkungan
-        Kepribadian yang matur (matang mengetahui cara mengatasi masalah)
-        Mengubah mindset dari negatif ke positif (mempunyai prinsip setiap masalah merupakan tantangan yang pasti ada jalan keluarnya)
§  Pola hidup sehat
-        Gizi seimbang (buah pisang diyakini dapat mengurangi depresi)
-        Olahraga teratur (olahraga minimal 1 jam dapat mengurangi depresi)

Depresi pada remaja

Mengapa remaja mengalami depresi?
Kehidupan sosial, seperti hubungan keluarga, pertemanan, percintaan atau persoalan akademis di sekolah tidak jarang membuat remaja merasa tertekan. Bahkan, hal tersebut dapat menjadi sumber stres ringan remaja –yang jika dibiarkan dapat berlangsung lama dan menyebabkan terjadinya depresi. Beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab depresi pada remaja di antaranya adalah:
  • Faktor genetik
  • Perubahan hormon
  • Faktor biologis, depresi karena faktor biologis terjadi jika neurotransmitter yang merupakan bahan kimia otak alami terganggu
  • Trauma yang terjadi saat masa kanak-kanak, seperti pelecehan fisik atau emosional, kehilangan orangtua
  • Kebiasaan berfikir negative
  • Berasal dari keluarga disharmonis
Gejala yang sering tampak pada remaja yang depresi adalah :
1.     Perilaku antisosial
2.     Prestasi di sekolah menurun
3.     Menarik diri dari pergaulan atau aktivitas sosial
4.     Berat badan bertambah atau menurun dengan drastis
5.     Penyalahgunaan zat
6.     Agresi
7.     Agitasi atau iritabilitas
8.     Sulit tidur atau bangun
9.     Sering lelah
10.  Putus asa
11.  Tidak mempunyai cita-cita dan harapan
Yang harus dilakukan orangtua untuk membantu remaja yang depresi
  • Pelajari tentang depresi. Langkah pertama adalah dengan mempelajari depresi agar membantu Anda mengetahui tentang tanda atau gejala, pengobatan, dan perawatan anak yang mengalami depresi.
  • Perhatikan tanda atau peringatan. Setelah Anda mengetahui tentang gejala depresi, Anda harus lebih peka terhadap apa yang anak Anda tunjukkan kepada Anda –baik perasaan dan perilakunya. Mengetahui tanda depresi lebih awal dapat mengurangi risiko terjadinya depresi yang lebih buruk.
  • Komunikasi dengan anak. Ketika Anda melihat anak Anda memiliki tanda-tanda depresi, cobalah ajak anak Anda berkomunikasi untuk mengetahui apa yang anak Anda sedang rasakan dan fikirkan. Hal tersebut membuat anak Anda merasa tidak sendirian dalam mengalami masa-masa sulit.
  • Bantu anak Anda melewati masa-masa sulit. Ketika anak Anda mengalami depresi, anak Anda akan mengalami beberapa gejala yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, Anda harus membantu anak Anda melewati masa-masa sulit, salah satunya dengan membantu anak Anda berperilaku hidup sehat –yang dapat mengurangi depresi.
  • Ikuti pengobatan dan perawatan dengan teratur. Anda juga harus memastikan anak Anda mengikuti pengobatan dan perawatan dari dokter –termasuk memastikan anak Anda minum obat yang dianjurkan oleh dokter.
Cara mencegah depresi pada remaja
Beberapa cara yang dapat dilakukan remaja untuk mencegah depresi adalah sebagai berikut:
  • Jaga hubungan pertemanan. Hubungan pertemanan yang positif dapat membuat remaja percaya diri dan membantunya tetap terhubung dengan lingkungannya.
  • Tetap aktif. Kegiatan sekolah atau pekerjaan atau berolahraga dapat membuat Anda fokus pada hal-hal positif –sehingga menghindari Anda fokus pada hal-hal yang negatif.
  • Berfikir positif. Dengan berfikir positif, ramaja akan terhindar dari pikiran negatif yang akan membuatnya sedih atau kecewa.
Depresi Pasca Persalinan
Hal ini dialami oleh sekitar 10% perempuan pasca melahirkan. Berlangsung beberapa minggu pasca melahirkan hingga beberapa bulan atau 1 tahun. Hal ini beresiko terhadap ibu dan bayi, termasuk memiliki dampak jangka panjang dalam tumbuh kembang anak.

Apa Saja Tanda dan Gejalanya?
Gejala-gejala yang ditemukan pada depresi pasca persalinan serupa dengan gejala gangguan depresi pada umumnya namun berkaitan dengan fungsi, peran, dan tanggung jawab sebagai ibu, terutama dalam merawat atau mengurus bayi. Gejala-gejala tersebut yaitu seperti adanya perasaan sedih, mudah marah, dan ingin marah saja, gelisah, hilangnya minat dan semangat yang nyata dalam aktivitas sehari-hari yang sebelumnya disukai, enggan dan malas mengurus anaknya, sulit tidur atau justru terlalu banyak tidur, nafsu makan menurun atau sebaliknya meningkat hingga mengalami penurunan atau pertambahan berat badan yang bermakna, merasa lelah atau kehilangan energi, kemampuan berpikir dan konsentrasinya menurun, merasa bersalah, merasa tidak berguna hingga putus asa dan mempunyai ide-ide kematian yang berulang (berupa ingin bunuh diri atau bahkan ingin membunuh bayinya).
Tanda dan gejala tersebut dapat muncul bersamaan sekaligus atau hanya sebagian saja. Yang jelas, karena mengalami tanda dan gejala tersebut, seorang ibu akan mengalami perasaan tertekan sehingga sulit atau tidak dapat menjalankan fungsi dan aktivitasnya sehari-hari. Oleh karena itu, ibu yang mengalami kondisi ini harus segera ditolong, agar tidak terjadi kondisi yang membahayakan dirinya atau bayinya.
Apa Penyebabnya?
Penyebab yang pasti hingga kini belum diketahui dan masih dalam penelitian para ahli. Namun demikian, terdapat beberapa faktor risiko yang diperkirakan mempengaruhi terjadinya depresi pasca persalinan, antara lain :
1. Rendahnya atau ketidakpastian dukungan suami dan keluarga.
2. Keadaan atau kualitas bayi. Masalah pada bayi tersebut antara lain adanya komplikasi kelahiran (misalnya perdarahan yang terlalu banyak atau ibu mengalami infeksi, bayi yang lahir dengan jenis kelamin yang tidak diharapkan, atau lahir dengan cacat bawaan).
3. Tidak siapnya seorang ibu dalam menyambut kehadiran bayinya (kehamilan yang tidak diharapkan).
4. Adanya stressor (pemicu stress) bagi seorang ibu, baik yang berkaitan dengan kehidupan sosial maupun kejiwaannya.
5. Terdapatnya riwayat depresi sebelumnya atau masalah emosional lainnya pada seorang ibu.
6. Perubahan produksi hormon (progesteron, estrogen, prolaktin, dan kortisol) pada masa nifas.
7. Keengganan ibu yang melahirkan untuk mengungkapkan perasaan sedihnya, karena menganggap rasa sedih setelah melahirkan akan hilang dengan sendirinya.
Faktor-faktor risiko ini perlu ditelusuri untuk membantu proses penyembuhan dan mengantisipasi kondisi berulangnya depresi setelah persalinan bayi berikutnya.
Adakah Dampaknya Terhadap Anak Yang Dilahirkan?
Pada ibu yang mengalami depresi pasca persalinan, minat dan ketertarikan terhadap bayinya menjadi berkurang. Ibu sering tidak berespon positif (menyambut dengan hangat komunikasi yang dilakukan oleh bayinya, baik melalui suara tangis, tatapan mata, ataupun gerak tubuh) sehingga bayi akan berusaha lebih keras untuk menarik perhatian ibunya. Misalnya pada saat merasa bingung, bayi memerlukan kenyamanan atau penentraman, maka biasanya ia akan menangis. Bila ibu juga bingung atau marah atau sedih, maka bayi akan menangis dengan suara lebih keras atau mungkin disertai gerakan tubuh tertentu agar ibunya bisa menolongnya. Namun, ibu yang sedang depresi tidak mampu mengenali kebutuhan bayinya sehingga tidak dapat berespon seperti yang diharapkan dan dibutuhkan.
Ibu yang depresi juga tidak mampu merawat bayinya secara optimal, karena merasa tidak berdaya atau tidak mampu sehingga akan menghindar dari tanggung jawabnya. Akibatnya, kondisi kebersihan dan kesehatan bayinya pun menjadi tidak optimal. Ibu juga tidak bersemangat menyusui bayinya sehingga pertumbuhan dan perkembangan bayinya tidak seperti bayi-bayi yang ibunya tidak mengalami depresi.
Akibat lain depresi pasca persalinan yaitu hubungan ibu dan bayi juga tidak optimal sehingga di kemudian hari kepribadian anak menjadi kurang matang. Anak-anak tersebut memiliki ciri-ciri, antara lain bertemperamen negatif (mudah tersinggung, mudah marah, kurang bisa bertoleransi dengan orang lain), kurang bisa beradaptasi, intelegensi dan prestasi akademik tidak optimal, sulit bekerjasama dengan teman sebaya, kurang fokus dan konsentrasi sehingga mengganggu kegiatan belajar, bahkan dimungkinkan juga akan memiliki perilaku yang menyimpang (suka menentang, membolos, bahkan mencuri).
Dapatkah Diobati?
Depresi pasca persalinan insyaallah dapat diatasi dan diobati bila tanda dan gejalanya dikenali, baik oleh ibu yang mengalami atau orang-orang terdekat. Sebaliknya, bila dibiarkan berlarut-larut dan tanpa upaya pengobatan akan berakibat buruk bagi ibu, bayi, dan anggota keluarga lainnya. Pemberian obat bukan merupakan prioritas utama, bahkan sedapat mungkin dihindari oleh dokter mengingat ibu masih menyusui bayinya. Obat hanya diberikan pada kondisi yang sangat mendesak misalnya ibu sangat gelisah atau pada kondisi yang mengancam keselamatan diri ibu dan bayinya. Pada kondisi seperti ini biasanya ibu dianjurkan untuk dirawat secara intensif sampai kondisinya tenang dan stabil.
Program pengobatan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Pengobatan terhadap ibu
a. Latihan relaksasi, bisa dengan rekreasi, melakukan kegiatan yang disenangi, dan lain-lain.
b. Restrukturisasi kognitif, yaitu dengan menentang perilaku dan pikiran negative yang muncul.
c. Pemecahan masalah, yaitu pemberian alternatif pemecahan masalah yang sedang dihadapi ibu.
d. Komunikasi, yaitu melatih kemampuan ibu untuk mengutarakan perasaannya kepada orang orang terdekat.
e. Menghibur ibu dengan berbagai cara, seperti dengan memberi perhatian dan hadiah yang disukai, memasakkan makanan kesukaan, menceritakan hal-hal yang menyenangkan, dan lain-lain.
f. Bila gejala berat baru diberikan obat anti depresi.
2. Pengobatan terhadap hubungan ibu dan bayinya
a. Menganjurkan ibu untuk merawat bayinya sesering mungkin.
b. Menyediakan tempat yang nyaman bagi ibu dan bayinya.
c. Mengajarkan ibu untuk melakukan kontak fisik dengan bayinya seperti menyentuh, mencium, memeluk, dan memijat bayinya dengan lembut.
d. Melibatkan anggota keluarga yang lain dalam merawat bayi (seperti suami, nenek, dan lainnya).
e. Mengajak ibu dan bayinya untuk sesekali menghirup udara di luar rumah, karena udara segar bisa memperbaiki perasaan ibu dan bayinya.
f. Menyarankan ibu yang sedang muncul perasaan negatifnya (marah, lelah, frustasi, kesepian) untuk meninggalkan bayinya sejenak bersama orang lain. Setelah tenang dan stabil, ibu bisa menemui bayinya kembali.
Kenali dan Hindari
Depresi pasca persalinan dapat dicegah apabila para calon ibu, suami, dan keluarga mengetahui faktor-faktor risikonya. Bila ada salah satu dari faktor risiko tersebut, diharapkan para calon ibu dapat menghindarinya, atau bila tidak dapat dihindari sebaiknya segera mencari pertolongan profesional (dokter, psikiater) agar pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin. Dengan demikian, diharapkan setiap ibu yang baru saja melahirkan mampu berfungsi optimal dalam merawat, mengasuh, dan mendidik anaknya hingga menjadi seseorang dengan jiwa dan kepribadian yang sehat.
Sudah seharusnya setiap orang memahami betapa anak yang diamanahkan Tuhan pada dirinya harus dirawat dengan baik. Oleh karena itu, selain upaya-upaya yang telah disebutkan di atas, hendaknya setiap calon ibu membekali diri dengan ilmu agama dan ilmu yang mendukung perannya dalam mengasuh dan mendidik anak.
Depresi pada Lansia
            Depresi pada lansia 1-2% gejala dibawah ambang kriteria depresi sampai 20%, depresi pada lansia yang ada di RS atau institusi lain sampai 40%
Gejala kurang  jelas
v Keluhan tidur
v Nafsu makan menurun
v Berat badan menurun
v Apatis, energi
v Penarikan diri
v Resiko penurunan fungsi fisik meningkat
Sumber Utama terjadinya Depresi pada Lansia
STRESOR PENCETUS
Stuart dan Sundeen (1998), menyatakan ada empat sumber utama yang dapat mencetuskan gangguan alam depresi yaitu :
  1. Kehilangan keterikatan
Kehilangan nyata atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri.


2.     Peristiwa besar dalam kehidupan
Kegagalan dalam memyelesaikan masalah, kegagalan dalam upaya yang keras sehingga menimbulkan ketidak berdayaan, menyalahkan diri sendiri, keputusasaan, dan rasa tidak berharga.
3.     Peran dan ketegangan peran
Sering ditemukan adanya ketegangan peran dimana peran tidak sesuai ataupun ketidak mampuan melaksanakan peran dapat menjadi stressor pencetus depresi.
4.     Perubahan fisiologik
Diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik kronik yang melemahkan tubuh seperti infeksi, neoplasma, gangguan keseimbangan metabolik, dan HIV/AIDS.
Faktor resiko depresi
Menurut Amir N (2005), faktor resiko depresi adalah jenis kelamin (wanita lebih cepat depresi dibandingkan laki-laki), usia rata-rata awitan antara 20-40 tahun), status perkawinan terutama individu yang bercerai atau berpisah, geografis (penduduk dikota lebih sering depresi daripada penduduk di desa), riwayat keluarga yang menderita gangguan depresi (kemungkinan lebih sering terjadi depresi), kepribadian : mudah cemas, hipersensitif, dan lebih tergantung orang lain, dukungan sosial yaitu seseorang yang tidak terintegrasi ke dalam masyarakat, stresor sosial : peristiwa-peristiwa baik akut maupun kronik, tidak bekerja terutama individu yang tidak mempunyai pekerjaan atau menganggur.
Depkes RI (2001) menyatakan ada beberapa keadaan yang beresiko menimbulkan depresi yaitu kehilangan/meninggal orang (objek) yang dicintai, sikap psimistik, kecendrungan berasumsi negatif terhadap suatu pengalaman yang mengecewakan, kehilangan integritas pribadi, berpenyakit degeneratif kronik, tanpa dukungan sosial yang kuat.


Gambaran klinis depresi pada usia lanjut.
Mengenali depresi pada usia lanjut memerlukan suatu keterampilan dan pengalaman, karena manifestasi gejala-gejala depresi klasik (perasaan sedih, kurang semangat, hilangnya minat/hobi atau menurunya aktivitas) sering tidak muncul. Sangat tidak mudah untuk membedakan sekuele gejala psikologik akibat penyakit fisik dari gangguan depresi atau gejala somatik depresi dari efek sistemik penyakit fisik. Keduanya bisa saja terjadi pada seorang individu usia lanjut pada saat yang sama. Usia lanjut yang mengalami depresi bisa saja mengeluhkan mood yang menurun, namun kebanyakan menyangkal adanya mood depresi, yang sering terlihat adalah gejala hilangnya tenaga/energi, hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur, atau kehilangan rasa sakit/nyeri (Depkes RI, 2001).
Menurut Brodaty, 1991 dalam Depkes RI (2001), gejala yang sering muncul adalah anxietas atau kecemasan, preokupasi gejala fisik, perlambatan motorik, kelelahan, mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri, dan insomnia. Sedangkan gejala depersonalisasi, rasa bersalah, minat seksual menurun agak jarang. Sebagai petunjuk kearah depresi perlu diperhatikan tanda-tanda berikut (Depkes RI, 2001) : rasa lelah yang terus menerus bahkan juga sewaktu beristirahat, kehilangan kesenangan yang biasanya dapat ia nikmati (tidak merasa senang lagi jika dikunjungi oleh cucu-cucunya), dan mulai menarik diri dari kegiatan dan interaksi sosial.
Gambaran klinis depresi pada usia lanjut dibandingkan dengan pasien yang lebih muda berbeda, usia lanjut cenderung meminimalkan atau menyangkal mood depresinya dan lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya, disamping mengeluh tentang gangguan memori, juga pada umumnya kurang mau mencari bantuan psikiater karena kurang dapat menerima penjelasan yang bersifat psikologis untuk gangguan depresi yang mereka alami.



DAFTAR PUSTAKA
Fauziah, (2017) Seminar Kenali Depresi Sejak Dini 2017. Penerbit Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia. Jakarta
Nihayati, Hanik E., 2015, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta, Salemba Medika
Videback, Sheila L., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta, EGC


Terima Kasih sudah membaca postingan saya, diharapkan komentar untuk perbaikan kedepannya ;) 
~Selamat Membaca~

Pribadi yang Cerdas adalah Orang yang Selalu Membaca, Banyak Ingin Tahu, dan Bermanfaat untuk Orang Banyak



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Disentri/Radang Usus

LAPORAN PENDAHULUAN DEFINISI Disentri adalah peradangan usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar. Buang ...