LAPORAN PENDAHULUAN
DEFINISI
Disentri adalah peradangan usus besar yang ditandai
dengan sakit perut dan buang air besar. Buang air besar ini berulang-ulang yang
menyebabkan penderita kehilangan banyak cairan dan darah. Disentri berasal dari
bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus),
yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air
besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar
dengan tinja bercampur lendir (mucus) dan nyeri saat buang air
besar (tenesmus).
ETIOLOGI
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka
yang menyebabkan tukak terbatas di usus besar.
Adanya darah dan lekosit dalam tinja merupakan suatu
bukti bahwa kuman penyebab disentri tersebut menembus dinding usus
besar dan bersarang di bawahnya. Penyakit ini seringkali terjadi
karena kebersihan tidak terjaga, baik karena kebersihan diri atau individu
maupun kebersihan masyarakat dan lingkungan.
Etiologi dari disentri ada 2, yaitu :
1.
Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,s p.
Shigella adalah basil
non motil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella,
yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat
43 serotipe O dariShigella. S.sonnei adalah
satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang
didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa
kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel
intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini
kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan
yang jelek akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit. Secara klinis
mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut
terasa sakit dan tenesmus. Shigella sp merupakan penyebab
terbanyak dari diare invasif (disentri) dibandingkan dengan penyebab lainnya.
Hal ini tergambar dari penelitian yang dilakukan oleh Taylor dkk. di Thailand
pada tahun 1984.
2.
Disentri amoeba, disebabkan Entamoeba hystolitica.
E.histolytica merupakan
protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme komensal apatogen) di usus
besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan
cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga
menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit
yang dapat bergerak dan bentuk kista.
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal
(berukuran < 10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit
komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila
pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara
trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus
(intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan
gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal dapat sampai
50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan
trofozoit patogen sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk
trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat
mati apabila berada di luar tubuh manusia. mempunyai tanda-tanda berupa diare,
adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.
Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan
kista dewasa. Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista
bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama
di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard
di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang
usus besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.
Penyebab Disentri yang paling umum adalah tidak
mencuci tangan setelah menggunakan toilet umum atau tidak mencuci tangan
sebelum makan. Cukup simple memang untuk penyebab disentri sebagai kasus klasik, tapi itulah kenyataannya.
Secara garis besar penyebab penyakit disentri sangat erat kaitannya dengan
kebersihan lingkungan dan kebiasaan hidup bersih.
Mikroorganisme penyebab disentri baik itu berupa bakteri
maupun parasit menyebar dari orang ke orang. Hal yang sering terjadi penderita
menularkan anggota keluarga untuk menyebarkannya ke seluruh anggota keluarga yang
lainnya. Infeksi oleh mikroorganisme penyebab disentri ini dapat bertahan dan
menyebar untuk sekitar empat minggu.
Disentri juga dapat menyebar melalui makanan yang
terkontaminasi. Negara miskin yang memiliki sistem sanitasi yang tidak memadai
menunjukkan angka yang tinggi untuk kejadian kasus penyakit disentri. Frekuensi
setiap patogen penyebab penyakit disentri bervariasi di berbagai wilayah dunia.
Sebagai contoh, Shigellosis yang paling umum di Amerika Latin sementara
Campylobacter adalah bakteri yang dominan di Asia Tenggara. Disentri jarang
disebabkan oleh iritasi kimia atau oleh cacing usus.
KLASIFIKASI
Ada 2 macam
disentri, yaitu
1. Disentri Amoebica
2. Disentri Bacilaris
Perbedaan disentri
Amoebica dan Basilaris
Disentri Amoebica
|
Disentri Bacilaris
|
|
Penyebab
|
Entamoeba
Histolitika
|
Shigela Disentri
|
Dimulai
|
Tidak dengan
tiba-tiba dan hebat
|
Dengan hebat dan
tiba-tiba
|
Panas
|
Tidak ada
|
Ada
|
Berak
|
Tidak sering kali,
tidak banyak darah dan lender dan baunya amat busuk
|
Terlalu sering,
lebih banyak darah, lender dan nanah, tidak bau busuk.
|
Berjangkitnya
|
Tidak berat dan
tidak secara wabah
|
Hebat dan sering
secara wabah
|
Diagnosa
|
Dapat dengan
mikroskop
|
Menghendaki
pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium.
|
Prognosis
|
Pada penyakit
endokrin tergantung pada penyakit dasarnya. Pada penyebab obat-obatan
tergantung kemampuan menghindari pemakaian obat.
|
Pada bentuk berat
angka kematian tinggi, kecuali mendapat pengobatan dini. Pada bentuk sedang
angka kema
|
PATOFISIOLOGI
a. Disentri basiler Semua strain
kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan
diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, diserta ieksudat inflamasi yang
mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah. Kuman Shigella secara
genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati barrier asam
lambung. Ditularkan secara oral melalui air,makanan, dan lalat yang tercemar oleh
ekskreta pasien. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi
sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak didalamnya. Kolon merupakan tempat
utama yang diserang Shigella namun ileumterminalis dapat juga terserang.
Kelainan yang terberat biasanya di daerahsigmoid, sedang pada ilium hanya
hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatalditemukan mukosa usus hiperemik,
lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan
subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir
lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal
dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung S.dysentriae, S.flexeneri,
dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan toksin Shiga,
yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,dan neurotoksik. Enterotoksin
tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu
menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput
lendir yang mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang menahun akan
terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5cm sehingga dinding usus menjadi
kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan
peritoneum.
b. Disentri Amuba Trofozoit yang mula-mula
hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat berubah menjadi patogen
sehingga dapat menembus mukosa usus danmenimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor
yang menyebabkan perubahan ini sampaisaat ini belum diketahui secara pasti.
Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,sifat keganasan (virulensi) amoeba,
maupun lingkungannya mempunyai peran. Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim
fosfoglukomutase danlisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis
jaringan dinding usus.Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa
berbentuk kecil, tetapidi lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung).
Akibatnya terjadiulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi
reaksi radang yangminimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus
dapat terjadi disemua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan
urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks
dan ileum terminalis.
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus
besar dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan
menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai
saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh
pasien, sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai
peran.
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan
lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.
Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi
di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi
ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang
minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di
semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya
adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala disentri antara lain :
·
Buang air besar dengan tinja berdarah
·
Diare encer dengan volume sedikit
·
Buang air besar dengan tinja bercampur lendir (mucus)
·
Nyeri saat buang air besar (tenesmus)
Ciri-ciri saat jika terkena disentri adalah
sebagai berikut :
·
Panas tinggi (39,50°C – 40,0°C), appear toxic
·
Muntah-muntah
·
Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB
·
Kadang disertai gejala serupa ensefalitis dan sepsis
·
Diare disertai darah dan lendir dalam tinja
·
Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit
·
Sakit berut hebat (kolik)
1.
Disentri basiler
Gejala Disentri
Basiler Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7
hari sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare
disertai demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja
masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun.
Bentuk klinis dapat
bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang berat.Sakit perut terutama
di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga
mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat (fulminating cases)
biasanya disebabkan olehS.dysentriae.
Gejalanya timbul
mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air denganlendir
dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi
dehidrasi,renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong.
Akibatnya timbulrasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang
karena dehidrasi. Mukamenjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan
viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi).
Kadang-kadang
gejalanya tidak khas,dapat berupa seperti gejala kolera atau keracunan makanan.
Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan koma
uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan pengobatan. Angka
ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat misalnya kelaparan.
Perkembangan
penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan tetapi memerlukan
waktu penyembuhan yang lama. Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya
bervariasi, tinja biasanya lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit
darah/lendir. Sedangkan pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas
lebih ringan. Berbeda dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti
kasus akut secaramenahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan
yang baik.
Setelah masa
inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul nyeri perut, demam, dan
tinja encer. Tinja yang encer tersebut berhubungan dengan kerja eksotoksin
dalam usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian, karena infeksi meliputi
ileum dan kolon, maka jumlah tinja meningkat, tinja kurang encer tapi sering
mengandung lendir dan darah. Tiap gerakan usus disertai dengan “mengedan” dan
tenesmus (spasmus rektum), yang menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam dan
diare sembuh secara spontan dalam 2-5 hari pada lebih dari setengah kasus
dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua, kehilangan air dan elektrolit
dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan kematian.
Kebanyakan orang
pada penyembuhan mengeluarkan kuman disentri untuk waktu yang singkat, tetapi
beberapa diantaranya tetap menjadi pembawa kuman usus menahun dan dapat
mengalami serangan penyakit berulang-ulang.Pada penyembuhan infeksi, kebanyakan
orang membentuk antibodi terhadap Shigella dalam darahnya, tetapi antibodi ini
tidak melindungi terhadap reinfeksi
Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam
tinja. Pada disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare
encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah
permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
·
Panas tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic.
·
Muntah-muntah.
·
Anoreksia.
·
Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
·
Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis
(kejang,
sakit kepala,
letargi, kaku kuduk, halusinasi).
2.
Disentri amoeba
Gejala-gejala disentri amuba biasanya berlangsung dari beberapa hari sampai
beberapa minggu. Namun, tanpa pengobatan, bahkan jika gejala hilang, amuba
dapat terus hidup di usus selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Infeksi masih dapat ditularkan kepada orang lain dan diare masih bisa kembali. Bahayanya
penyakit desentri amuba dapat bersifat fatal bila terjadi komplikasi antara
lain usus berlubang (perforasi usus), infeksi selaput rongga perut
(peritonitis), abses di hati dan otak. Dan bila infeksi amuba ini tidak diobati
secara tuntas, dapat mengakibatkan kematian.
·
Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
·
Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
·
Sakit perut hebat (kolik)
·
Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3
kasus)
·
Demam dan menggigil.
a)
Carrier (Cyst Passer)
Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali.
Hal ini disebabkan karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak
mengadakan invasi kedinding usus.
b)
Disentri amoeba ringan
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan.
Penderita biasanyamengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang
bersifat kejang. Dapattimbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau
busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri
tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut
bergantung pada lokasiulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau
sedikit demam ringan(subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau
sedikit nyeri tekan.
c)
Disentri amoeba sedang
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding
disentri ringan,tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari.
Tinja biasanyadisertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan
lemah badan disertai hepatomegali yang nyeri ringan.
d)
Disentri amoeba berat
Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita
mengalami diaredisertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam
tinggi (400C – 40,5 0C) disertai mual dan anemia.
e)
Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan,
serangan-serangan diarediselingi dengan periode normal atau tanpa gejala.
Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien
biasanya menunjukkan gejala neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya
dikarenakan kelelahan, demam atau makanan yang sulit dicerna.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan :
1.
Pemeriksaan tinja
· Makroskopis : suatu disentri amoeba
dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk trofozoit dalam tinja
· Benzidin test
Mikroskopis :
leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal.
a) Biakan tinja :
Media : agar
MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.
b) Pemeriksaan darah rutin : leukositosis
(5.000 – 15.000 sel/mm3), kadang-kadang dapat ditemukan leukopenia.
c) Endoscopy :
memberikan visualisasi area yang terlibat.
KOMPLIKASI
- Dehidrasi
- Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia
- Kejang
- Protein loosing enteropathy
- Sepsis dan DIC
- Sindroma Hemolitik Uremik
- Malnutrisi/malabsorpsi
- Hipoglikemia
- Prolapsus rektum
- Reactive arthritis
- Sindroma Guillain-Barre
- Ameboma
- Megakolon toksik
- Perforasi lokal
- Peritonitis
1. Disentri
Basiler
·
Stenosis
·
Peritonetis
·
Hemoroid
·
Neuritis perifer
·
artritis
2. Disentri
Amoebica
·
Perdarahan usus
·
Perforasi
·
Ameboma
·
Striktura
PENATALAKSANAAN MEDIS
Disentri basiler Prinsip dalam melakukan tindakan
pengobatan adalah istirahat, mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus
yang berat diberikan antibiotika. Cairan dan elektrolit Dehidrasi ringan sampai
sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air
besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan berat badan penderita turun.
Dalam keadaan ini perlu diberikancairan melalui infus untuk menggantikan cairan
yang hilang. Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan
melalui minuman atau pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur
sembuh, susu tanpa gula mulai dapat diberikan. Diet Diberikan makanan lunak
sampai frekuensi berak kurang dari 5kali/hari, kemudian diberikan makanan
ringan biasa bila ada kemajuan.
Pengobatan spesifik Menurut pedoman WHO, bila telah
terdiagnosis shigelosis pasien diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari
pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak
ada perbaikan,antibiotika diganti dengan jenis yang lain. Resistensi terhadap
sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dantetrasiklin hampir universal
terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila
ternyata dalam uji resistensi kuman Terhadap ampisilin masih peka, maka masih
dapat digunakan dengan dosis4 x 500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan
trimetoprim-sulfametoksazol, dosis yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5
hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan disentri basiler
karenatidak efektif. Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal
fluorokuinolon seperti siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata
berhasil baik untuk pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang
dipakai adalah 2 x 500 mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan
1gram dosis tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian
Ciprofloksasin merupakan kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil. Di
negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1 yang
multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1
gram/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotika yang dianjurkan dalam pengobatan
stadium carrier disentri basiler.
Disentri amuba Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol
(diidohydroxiquin) 650 mg tiga kali perhari selama 20 hari.Amebiasis intestinal
ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5 hari. Amebiasis
intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mgtiga kali sehari
selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama5 hari, dan emetin 1
mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari. Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat :
Metonidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram
per hari selama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu, dan emetin
1mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang,
lakukan
pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk
mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi
sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai adanya syok sepsis.
2. Komponen terapi disentri
a.
Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus
diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian
dan koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet
lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi
vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan
disentri, terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi. Untuk
mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat seng
oral. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko
untuk memperpanjang masa sakit.
c.
Antibiotika
Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan
terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi
masa sakit dan menurunkan risiko komplikasi dan kematian.
·
Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol
(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2
dosis, selama 5 hari.
·
Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi
dalam 4 dosis o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone
50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4 dosis.
·
Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan
darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari
tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan
alternatif lain.
·
Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit
Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah
menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing
diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler.
·
Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah
Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila
disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3
hari terapi.
d. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih
sehabis membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau
output berlebihan dan intake yang kurang.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan sekunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder
terhadap diare.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi
diare
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus
menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare
a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara
maksimal
b) Kriteria hasil :
· Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : <
40 x/mnt
· Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB
tidak cekung
· Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
c) Intervensi :
·
Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan
pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk
memperbaiki deficit
·
Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran
tak kuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
·
Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan
cairan 1 lt
·
Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
d) Kolaborasi :
·
Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal
ginjal (kompensasi).
·
Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
·
Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar
simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti
bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake dan out put
a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama
dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
b) Kriteria :
·
Nafsu makan meningkat
·
BB meningkat atau normal sesuai umur
c) Intervensi :
·
Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi,
lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan
sluran usus.
·
Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah,
sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang
nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
·
Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi
pemakaian energi yang berlebihan
·
Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah
output dapat merencenakan jumlah makanan
d) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
· terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
· beri obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat
yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak
sekunder dari diare
a) Tujuan : Stelah
dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh
b) Kriteria hasil :
suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda
infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
c) Intervensi :
· Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini
terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
· Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat
pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
· Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat
pengatur panas di otak
4. Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan
frekwensi BAB (diare)
a) Tujuan : setelah
dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu
b) Kriteria hasil :
· Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
· Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
c) Intervensi
· Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan
mencegah perkembang biakan kuman
· Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah
dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah
terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan
keasaman feces
· Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan
vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan
irirtasi .
5. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
a) Tujuan : setelah
dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
b) Kriteria hasil :
· Mau menerima tindakan perawatan
· klien tampak tenang dan tidak rewel
c) Intervensi :
· Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal
pada anak melalui ibu atau keluarga
· Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap
perawat dan lingkungan RS
· Berikan pujian jika
klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan
keberanian dan kemampuannya
· Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun
non verbal (sentuhan, belaian dll)
· Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada
klien.
· Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.
TIPS MENGOBATI RADANG USUS
– Jangan pernah terlambat makan
– Jangan biarkan perut dalam keadaan
kosong
– Istirahatlah dengan cukup
– Olahraga yang teratur
– konsumsilah makanan yang tinggi
kadar vitamin
– Makan makanan yang bergizi
– Hindari konsumsi daging olahan
– Perbanyak konsumsi apel
– Hindari konsumsi biji-bijian
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Disentri. Diakses dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Disentri_Amuba. Sya’roni A. Hoesadha Y. 2006.
Buku Ajar Penyakit Dalam.FKUI:Jakarta.Hembing, 2006. Jangan
Anggap Remeh
Disentri. Diakses dari http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cybermed. Simanjuntak C. H., 1991.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III .
Fakultaskedokteran UI : Jakarta. Davis K., 2007.
Robbins dan Cotrans. 2002. Dasar Patologis
Penyakit. Buku EGC Kedokteran : Jakarta.
Kamus Kedokteran
Edisi Ketiga. Jakarta : FK-UI; 2001
Dharma, Andi
Pratama. Buku Saku Diare Edisi 1. Bandung : Bagian/SMF IKA FK-UP/RSHS;
2001
Behrman, et al.
Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. UK : Saunders; 2004
Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak Volume 1. Jakarta : Bagian IKA FK-UI; 1998.
Gandahusada,
Srisasi, et al. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FK-UI;
2000.
Kumpulan catatan
kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2004-2005.
Lengkong, John B.
Prosedur Tetap (Standard Operating Procedure) Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta;
2004.
A, Dini, et al.
Pengaruh Pemberian Preparat Seng Oral Terhadap Perjalanan Diare Akut, dalam
Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter Anak Indonesia. Batam; 2004
Nafianti, Selvi, et
al. Efektivitas Pemberian Trimetoprim-Sulfametoksazol pada Anak dengan Diare
Disentri Akut, dalam Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Batam; 2004
Cahyono, Haryudi
Aji, et al. Manipulasi Perjalanan Diare Pada Anak dengan Bakteri Hidup, dalam
Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Batam; 2004
Terima Kasih sudah membaca postingan saya, diharapkan komentar untuk perbaikan kedepannya ;)
~Selamat Membaca~
Pribadi yang Cerdas adalah Orang yang Selalu Membaca, Banyak Ingin Tahu, dan Bermanfaat untuk Orang Banyak